Sabtu, 03 November 2012

Ratu dan Raja Seharian (Ep. 10)



Jam dinding berbunyi menggantikan suara kami berdua yang dari tadi rebut. Arsil sudah pergi dengan mobilnya, aku masih duduk di lantai dan sibuk mengelap air mata ini, aku Cuma ingin nangis saja, aku merasa bebas  setelah berbulan – bulan tertekan dengan pernikahan ini. aku juga sangat malu dengan pernikahan sehari pun belum, aku bingung mau bilang  apa ke papa dan mama, tangan dari tadi mencoba memencet nomor telepon rumah tetapi selalu gagal. Aku bingung mau ngasih tau kabar ini gimana apa aku harus bilang “ aku sudah jadi janda Ma Pa tetapi kalian tenang saja besok aku akan nikah lagi dengan orang yang kucintai “ apa mereka akan senang atau sedih atau ketawa atau terkena serangan stroke mendadak. Oh andai saja hari ini adalah mimipi, mimpi yang selalu kunantikan aku bertemu Ginda dan Adik angkatku Fira bisa bertemu juga dengan Arsil. Aku selalu meneritakan Ginda ke Fira atau Difa itu dan aku sebut Ginda dengan sejelas – jelasnya tetapi kenapa Fira tidak pernah sebut nama Arsil dia Cuma bilang coklatku “coklatku kemana kau sekarang, stroberi ini merindukanmu” selalu itu dan itu.
1 jam aku berpikir bagaimana cara mengabarkan orangtuaku dan aku baru ingat Difa tidak tahu alamat rumah ini. Handphone aku cari lupa sudak ku nonaktifkan dan segera ku aktifkan. Tentu saja sudah berpuluh sms dan kebanyakan dari Difa ada juga dari Arsil. Aku buka dulu yang dari Arsil

Ginda sudah kutemukan!  Dia sedang tidur di apartemennya
dia sudah bangun dan dia kenal kau lebih yang kau tahu

Itu saja?  Apa kabarnya ya Cuma Ginda sudah bangun doing? Aku cek sms Difa yang semua isinya sama

Kak, jangan lakukan hal yang bodoh, aku kesana tp tidak tau mau kemana. Aku dijalan

Aku balas sms nya dengan singkat

Dmn?

Aku pergi menyusulnya, andai aku tahu daerah yang kutempati ini gampang saja menelepon kembali Difa dan  menyuruhnya datang dengan sendirinya. Aku bersyukur  sedan paman Arsil besok baru dipulangkan.  Tiba – tiba ada lagi sms dari Difa ternyata dia lama juga balasnya dan itu pun cukup singkat dan sulit dimengerti

Tidak tahu

Sumpah aku benar – benar ingin ngamuk, kenapa di situasi seperti ini makin ribet saja untuk bertemu dengannya.  Kenapa Arsil begitu gampang mendapatkan Ginda dan aku tidak. Aku dan Arsil harus punya alasan yaitu cinta kamu sudah ketemu dan itulah jodoh kami

Mau kemana? Aku akan menyusul, aku sudah dijalan kok

Tidak lama ada lagi balasannya. Yang membuat aku tercengang

Ipukandra

Oh tuhan dia kesana, kenapa baru sekarang atau jangan – jangan dia sudah tahu dan diam – diam saja. 

Kau tahu tempatnya? Tunggu aku akan menyusul, kami semua di kota kenapa kesana adikku? Apa yang kau cari?

Aku  menambah kecepatan berusah cepat dan bisa menyusulnya. Arsil dikota semua keluarga di kota yang di Ipukandra hanyalah saksi saja. Tiba – tiba ada telepon dari Difa, aku berhenti di pinggir jalan yang memang sudah sangat sepi tetapi aku harus bicara serius dengan Difa lebih serius dari mengendarai   mobil dari  eropa ini.
“Dek, kamu ngapai kesana?”
“Kak aku bingung sekali tadi mau kemana, nelpon kakak gak bisa, sms gak balas malah pending terus, dan aku ngga tahu kalian tinggal mana, ya sudah aku pergi saja ke kampungnya dia mungkin kalian disana.”
“ya ampun, maaf ya salah kakak. Kamu tahu kampungnya dimana? Kakak sudah keluar dari kota. Kamu diamana?”
“aku tahu, kakak ga papa?”
“tahu? Sejak kapan? Aku gak papa kalau kamu juga gak papa”
“sejak dia cerita ipukandra itu, memang aku belum pernah kesana tapi aku tahu posisinya aku bisa baca peta kok”
“oh, kakak akan menyusul pokoknya kamu tunggu kakak disana ya?”
“sama siapa?”
“sendiri”
“oke” 
Selesai pembicaraan ini. aku hidupkan lagi dan  ngebut sekali dan berhenti mendadak  kembali. Lupa  dengan Arsil aku harus adil
Difa di Ipukandra, dia tahu ipukandra dimana tanpa harus kesana dulu
Selesai sms Arsil aku kembali jalan, ipukandra akan menjadi saksi endingnya cerita ini.  entah apa kabar ipukandra sekarang seorang anak yang mengubah hutan menjadi kampung yang indah.  Kelihatan sekali kalau itu hanya dongeng  yang tidak nyata tetapi akankah kisah ini jadi dongeng  cinta yang nyata?  Difa  tahu pasti jawabannya.
Sekitar 3 jam perjalanan akhirnya aku sampai sudah pagi dan aku berhenti untuk sholat. Aku menelepon kembali Difa. Dan tanpa disangka dia ada di Findation perusahaan itu, perusahaan pertama kali Arsil dirikan. Aku kembali mengejarnya
Difa sedang duduk didepan gedung besar itu. Duduk termenung di tulisan FINDATION kelihatan dia habis nangis.
“Kak gimana kabar kakak? Baik – baik saja kan? Apa yang terjadi? Maaf aku malah buat repot”
“aku baik kok, aku cerai dengan Arsil, tidak apa – apa ini tempat yang bagus untuk menyelesaikan masalah ini”
“benar – benar cerai? Karena aku?”
“bukan, karena cinta”
“dia cinta kau dan aku cinta orang lain”
“lalu kenapa nikah?”
“karena aku dan dia sudah waktunya nikah tetapi bukan pada orang yang benar”
“kak ini jodoh lho jangan main – main, aku gak papa aku oke kok, aku senang kalau kakan senang  dia bukan milikku kalau dia milikku kenapa kami tidak dipertemukan kembali”
“Di pernikahan aku dan Arsil lah kalian di pertemukan.  Fir, aku gak bahagia sama dia. Kamu gak oke kamu nangis kan?”
“aku nangis? “
“kamu kesini dan duduk disini karena kamu baru tahu kalau ini untuk kamu kan?”
“ apa nya yang untuk aku?”
“kamu ngapai ke gedung besar ini dan duduk di namanya lagi?”
“ aku  tahu ini gedung paling besar dan satu – satunya disini jadi ya ketemu disini sepertinya pas”
“kan kalian jodoh”
“ini Arsil?”
“Iya buat kamu, buat masa depan kalian berdua bukan aku.”
“Pantesan disini ada nama aku”  Difa menunjuk  bagian bawah nama besar itu dan memang ada namanya  DIFARA NURSAN
Aku  dan Difa masuk kedalam dan duduk di taman gedung ini. tamannya kecil dan hanya ada bangku kecil  untuk dua orang atau ini seperti dia  duduk dengan Difa menceritak pentingnya sekolah yang mebuatnya dia jatuh hati pada Difa. Aku rasa iya
Arsil datang  dengan mobilnya dan didalamnya ada orang lain. Jlegk jantung ini mulai resek buat tidak tenang. Aku lihat ke Difa dia lebih tidak tenang.
Arsil datang dan Ginda turun dari mobil. Oh tuhan aku rasakan apa yang Arsil rasakan dulu ditaman kampusnya bersama Difa dulu.  Rasa rindu ini meluap hingga aku lupa aku ini siapa.
Arsil diam, aku diam, Difa diam, dan Ginda yang baru datang pun diam. Diam benar – benar situasi yang paling kubenci saat ini sungguh menyiksa lebih menyiksa saat Arsil bilang cerai. Aku ingin bilang “ hai gimana perjalanannya melelahkankah?” atau “kalian udah sarapan” atau “aku mau pulanggg aku mau mama aku benar – benar takutt”
Syukur Arsil mulai ngomong, mulutnya terbuka dan keluar adalah
“aku bawa kunci gedung ini, apa mau dibuka?” untuk apa dia berkata seperti itu. Memang kunci gedung tiu bisa buka isi hati kami tanpa harus ngomong dulu. Semua masih tetap diam dan aku menunduk tidak berani memandang dua cowok di depanku.
“hmm maaf Fit, aku tidak bisa memenuhi janji aku” Arsil kembali mencoba berbicara
“aku yang salah, aku tidak berhasil membawa nya ke kamu”
“kau berhasil kok malah sangat berhasil” Arsil memandang Difa yang terus menunduk kelihatan Difa sangat kebingungan dan Arsil seperti ingin memeluk Difa
Aku memutuskan pergi dan membiarkan Arsil duduk disebelah Difa. Sungguh aku sama sekali tidak pantas untuk cemburu tetapi aku makin salah tingkah seperti  ABG karena Ginda yang seperti patung.
“aku mau cari sarapan di sekitar sini dulu ya, aku lapar” Arsil mengangguk dan hup! Duduklah dia disebelah Difa.
“Aku juga mau cari sarapan” oh Tuhan aku benar – benar rindu suara ini. Ginda ikut jalan bersamaku
Aw  aw  situasi ini sungguh sangat pas sudah dua dan dua. Ini kah takdir???

#TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar