Sabtu, 17 Februari 2018

otak dan hati

"Hai, " aku diam menunggu otak mengantarkan kata-kata yang akan aku ucapkan padanya pagi ini
"Hai" Dia menjawab cepat sebelum mulutku kembali terbuka

Kami diam lama, beradu siapa yang duluan bertanya atau memberi tau tanpa ditanya dulu

"aku mau pergi ke kampus" aku jadi benci dengan otakku kenapa malah kalimat tidak penting itu yang keluar
"mau ku antar?" dia yang bertanya pagi ini. aku bersyukur atas pertanyaannya
"oh gak usah, aku pake motor sendiri".

Lalu kembali diam, untuk mengikuti alur dialog ini seharusnya giliran dia yang bicara, tapi dia cuma diam, aku sibuk memerintahkan otak ini agar cepat mengeluarkan kata-kata lagi, "Ayo kerja hai otak, ini masih pagi kau masih fresh untuk berkerja" benakku.

"sampai jam berapa ngampus?" dia berbicara, sekarang tak diam lagi, ini giliran dialogku, otakku takkan lama untuk menjawabnya.
"siang sekitar jam 2 sudah pulang, kenapa?", langsung ku serang dengan pertanyaan, ini pertanyaan pertama ku pagi ini.
"hmm gak ada, kirain sampe malem lagi" kutunggu kalimat selanjutnya, tapi tidak ada,
"hari ini gak ada praktikum".
"hmm" bagiku sudah lama menunggu kalimatnya lagi tapi tak ada juga lagi suaranya. selesai sudah pembicaraan pagi ini
"ya udah aku ke kampus ya" dia mengangguk sambil tersenyum

Aku memunggunginya dengan perasaan bersalah, bersalah kepada diri ini yang kembali resah karena tiap pagi tak bisa menjadi obatnya. Kau ingin tau kalimat apa yang ingin dikeluarkan oleh otak ini tapi nyangkut di hati karena perasaan.

" Hai, selamat  pagi"
" Mau pergi jam berapa? Boleh bareng?
" Kamu ngapai aja hari ini?"
" Kamu sarapan apa?"
" Tadi malam tidur jam berapa?"
" apa yang kamu lakukan sebelum tidur?"

Masih banyak lagi yang ingin kutanyakan tapi hati ini yang melarang aku untuk memulai bertanya karena gengsi/harga diri/wanita. ketiga itu membuat aku hanya bisa memulai dengan hai saja.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar