Rabu, 25 April 2012

PASIR PUTIH ITU HILANG


Suara koko si Ayam jago punya Pak Haji mengganggu tidurku tak lama kemudian suara adzan terdengar indah. Aku bangun dan bersiap ke mushola yang ada di depan gubukku ini. Sudah lengkap ternyata di mushola hanya tinggal aku, memang jamaah sholat shubuh hanya 12 orang dan tidak pernah ada yang absen walaupun ada pasti bilang dulu saat sholat isya.

“Lik, kamu jadi imam ya?” Pak Haji bertanya saat aku baru saja melepas sandal.
“Hmm, baik pak Haji, saya coba” Jawab ku ragu
“Kok di coba – coba sih Nak”
“Iya Pak Haji saya siap” jawab ku lebih percaya diri walau masih ada ketakutan
“Alhamdulilah”

Untuk pertama kalinya aku jadi imam. Walau, saat berdiri paling depan jantungku terasa berdetak kencang sekali tetapi dengan ikhlas aku bisa jadi imam sholat shubuh minggu ini.

Saat pulang ke gubukku rasa kantuk menghinggapku kembali ingin rasanya membaringkan tubuh ini ke tikar merah dari Hani. Oh  iya Hani. Aku tersenyum mengingat gadis itu ditambah lagi senyuman nan indahnya melihat senyuman lebarnya yang menampakkan gigi putih seputih pasir pantai panti asuhan ku. Teringat kembali kejadian seminggu yang lalu untuk pertama kalinya aku bertemu gadis itu.

9 september Minggu. Aku hanya duduk di depan ruko persimpangan jalan raya baru  pukul 08:00 waktu jam dinding ruko ini aku sudah merasa lemas sekali. Sudah 30 hari aku jadi loper koran di jalan ini dan sudah 8 hari koranku hanya laku 2 atau 3 koran saja. Ntah mengapa jadi tidak laku drastis seperti ini. Apakah orang – orang sama seperti aku tidak bisa baca kurasa tak mungkin. Apapun alasan mereka pasti aku akan kena marah lagi sama bosku atau mungkin akan dipecat. aku lihat kompleks perumahan elit di sebelah ruko ini. Aku langkahkan kaki ini kesana.. Terlihat rumah – rumah bagaikan istana, kubandingkan dengan gubukku masih besar halaman mereka daripada gubukku itu. Tiba-tiba pagar rumah yang ada didepan ku ini terbuka keluar lah gadis yang seumuran denganku sambil membawa tikar lalu dia berjalan menuju tong sampah besar disamping rumahnya lalu ia buang tikar itu. Aku terkejut melihat gadis ini, tikar yang masih bagus malah dibuang. Tanpa mikir malu aku langsung saja menegur dia.

“ Kenapa dibuang tikar itu?” Tanya ku
“Ya karena ga dipakai lagi lah” Jawab dia dengan raut wajah bingung
“ Kan masih bagus pasti masih bisa dipakai”
“Kalau kamu mau, ambil aja lah”
“Aku ga minta kok, aku heran aja dengan tingkah laku orang kaya kenapa barang yang masih bisa  digunakan melah dibuang?”
“Ini aku kasih ke kamu. Ini sebenarnya punyaku karena majikanku baru saja memberikan ku kasur baru jadi tikar ini tidak diperliukan lagi dan majikan ku menyuruh ku untuk dibuang saja karena katamu benar tikar ini masih bagus lebih baik untuk kamu aja”
“Terima kasih kalau begitu”
“ Eh kenalin aku Hani anak pembantu sekaligus pembantu di rumah ini. Kamu siapa kok tidak pernah  kelihatan disini”
“Aku Ulik. Aku memang bukan pembantu didaerah sini tapi aku loper koran disimpang kalan sana”
“ Ohh Ulik”
“Iya,  kebalikan dari kuli karena saat orang tua ku menitipkan ku ke panti asuhan mereka hanya memesan “saya adalah seorang kuli. Tolong kebaikan hatinya untuk menjaga anak ini” makanya aku dipanggil Ulik”
“Hahahahaha lucu sekali. Eh loper koran ya? Boleh lihat satu?”
dia tertawa kelihatan  giginya yang putih seputih pasir putih pantai, suara ketawanya seperti suara gelombang ombak pantai, dan melihatnya begitu tenang bagaikan suasana pantai. Pantai panti asuhan ku yang kurindukan.

“Iya boleh” aku beri iya satu koran
“Aku lihat aja ya, Cuma mau baca aja kok”
“Ambil aja Hani sebagai ganti tikar ini”
“Oh ngga perlu aku Cuma baca sedikit. Kalau halaman pertama pasti tentang koruptor. Tapi yang ini nih di halaman prestasi yang bagus. Wah ada tentang lomba olympiade di singapura dan yang menang dari Indonesia”

“Iya hebat ya” aku berbohong, aku sama sekali tidak mengerti apa itu olympiade dan fisika"
“Aku ingin seperti mereka ini. Ingin jadi ilmuwan fisika dulu waktu masih sekolah nilai matematika dan fisika ku tinggi. Karena aku ingin seperti Pak Habibi yang sangat pintar, ia menciptakan rumus-rumus terbaru.”
“Iya dia hebat sekali” nah yang ini ku tahu Habibi itu presiden kalau ga salah presiden ke-2 atau ke-3 lah yang pernah kudengar di TV saat masih di panti asuhan.
“Hani….” Terdengar suara dari dalam
“Aku sudah dipanggil. Ini korannnya terima kasih ya Ulik. Senang berteman denganmu. Assalamualaikum ” Hani masuk dan masih tetap tersenyum
“Waalaikumsalam” jawabku dengan senyum terlebar

Itulah kejadianku aku bertemu dengan Hani dan mendapatkan tikar ini. Rasa kantukku hilang begitu saja setelah mengingst apa yang akan kulakukan hari ini. Memberi hadiah kepada Hani. 3 hari yang lalu ada seorang dermawan sahabat Pak Haji waktu kecil yang ingin menyekolahkan aku, kata pak haji ia orang yang berkelebihan jadi ia ingin berbagi rezeki itu. Aku memang ingin bisa baca tetapi mengingat Hani yang ingin jadi ilmuwan dan mungkin jadi presiden. Aku sudah tau apa itu ilmuwan dari bos loper Koran ku sebelum di memecatku seminggu yang lalu. Maka sepertinya dia lebih membutuhkan.

Pagi ini juga Hani harus bertemu dengan Pak Boni si dermawan itu. Aku berlari ke kompleks perumhan elit itu. Setelah sampai kugedor pagar hitam tinggi ini. Hani lah yang keluar dengan raut wajah kesal.

“Apa kabar Hani? Aku mau ngajak kamu ke orang yang bisa buat kamu jadi ilmuwan”
“Baik. Kamu ngomong apa?”
“Ikut aku sekarang” aku tarik tangan Hani yang semakin kesal
“Untuk apa kita lari-lari seperti ini seperti ada kebakaran saja”
“Ikuti saja” aku lari-lari seperti ini seperti ada di film-film saja. Seperti film ayat-ayat cinta. Ntah film apa itu pokoknya aku pernah dengar dan pasti ada adegan seperti ini.
“Ulik larinya kurangi donk kecepatannya. Ini kecepatan 50 meter per sekon”
“Apanya yang sekon? Jangan bercanda dong”
“terserah deh” lalu Hani diam
“Assalamualaikum” setibanya kami dirumah Pak Haji
“Waalaikumsalam” jawab Pak Haji dan Pak Boni Si Dermawan itu.
“Ini Haninya Pak maaf telat”
“ngga papa Ulik kamu tepat waktu kok, Nak Hani duduk sini”
“ Saya ngga pak?” Tanya ku lugu
“Kamu juga”
Pak  Haji menjelaskan semua nya dengan baik. Hani yang awalnya heran lama-kelamaan jadi tersenyum ini lah yang kusuka.
“ jadi saya bias sekolah pak?”
“ Iya tapi tes dulu ya, kamu pernah sekolah sebelumnya?”
“Hanya sampai kelas 5 SD saja”
“kamu kerjakan dulu soal-soal ini ya”

Hani mengerjakan soal yang diberi Pak Boni andai aku bias baca mungkin aku bisa membantunya. Tak lama kemudian Hani selesai mengerjakan soal itu dan Pak Boni membaca apa yang ditulis Hani. Hani terlihat gugup dan ia berdoa aku pun ikut berdoa agar ia bisa sekolah jadi ilmuwan dan selalu tersenyum.
“Hebat soal kelas 3 SMP bisa kamu kerjakan dengan benar. Kamu anak pintar. Bagaimana kalau kamu langsung ke SMP saja. Tetapi di singapura kebetulan saya punya perusahaan disana dan saya yakin kamu bisa masuk sekolah disana tanpa ijazah. Kamu mau?”
“wahh saya mau sekali pak. Tapi ibu saya “
“tadi saya yang ngatur  soal itu”

Syukur saja ibu dan majikan Hani tidak ada masalah mereka mengizinkan. Tetapi yang mengantar Hani ke stasiun untuk ke kota hanya aku karena Ibu Hani sedang sibuk kerja. Sudah 5 menit aku, Hani dan Pak Boni menunggu kereta. Tak lama kereta datang Hani masuk dan mengucapkan “aku pergi ya anak Kuli si Ulik” katanya samba tersenyum. Aku balas saja “dah pasir putih Hani” sepertinya Hani tak mendengar
“Lik terima kasih ya sudah pertemukan saya dengan Hani gadis genius itu, kau lebih baik dari pada aku”
“Hani lebih perlu pak”
“Ya kami pergi dulu. Aku janji akan kembalikan Hani untuk mu. Siapa pun Hani dan siapa pun kamu. Assalamualaikum”
“waalaikumsalam”
Kereta berjalan lama kelamaan semakin cepat dan terlihat Hani melambai tangan sambil tersenyum dan sepertinya menagis.
“ kasih Ulik. Ter…ma..sih..lik”

aku baru sadar aku tidak ketemu gigi pasir putih itu lagi. Pasir putih itu hilang. Aku kejar kereta itu aku ikuti kereta itu berusaha lebih cepat tetapi aku malah terjatuh dan terdengar teriakan ibu-ibu di depan ku. Aku lihat kebelakang dan kereta yang punya kecepatan tinggi menuju kepada aku dan aku yang masih kesakitan dan gugup tidak bisa bergerak lagi. Pasir putih itu hilang selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar