"aku ingin jadi oksigen, bebas bermanfaat untuk siapa saja tidak memilih akan dihitup oleh siapa"
Selasa, 30 Oktober 2012
Sabtu, 27 Oktober 2012
Ratu dan Raja Seharian (Ep. 9)
“Terus gimana dengan dia, kamu pacaran gak sama dia?”
“Kan udah aku bilang, Kak Tano pacar terakhir aku. Sejak
ketemu dia itu aku jadi lebih sering ngejar dia. Pernah sekali tanpa sengaja
satu bangku sama dia, dia bilang “permisi kak boleh duduk disini” wah aku
terkejut dia duduk dengan ku dan aku bisa lihat dia itu ganteng sekali Sil. Aku
pura – pura saja ngobrol bareng teman aku. Aku sekali – sekali Tanya ke dia
anak kelas berapa, pura – puranya gak tahu dia jawab kaku ya maklum aku kan
seniornya. Sama kayak kamu. kamu kan adikku seharusnya”
“aku brondong ya?”
“hahahaha ya segitu saja lah ya, dia ya Cuma kenal saja gak kayak kamu dengan
Difa”
“Yah gak seru, jujur dong, apa aja yang pernah kalian
bicarakan? Atau dimana saja tempat kenangan kamu dengannya?”
“Sil… aku dengan dia gak dekat banget Cuma ya ngobrol
sebentar itu pun Cuma beberapa kali dan
setelah itu aku Cuma tau dia lewat dunia maya”
“Ya ngobrol sebentar itu gimana? Masa’ dengan
orang yang special seperti dia saja kamu bisa nganggap nya biasa pasti
ada yang disembunyiin nih”
“Cuma di sekolah lalu ditaman dan saat kelulusan, terakhir
aku melihat wajahnya sebelum menikah dengan kamu”
“Terus?”
“Dia yang duluan datang ke aku dan meminta aku tanda tangan
di bajunya. Sumpah Sil aku grogi dan gugup nyoret bajunya. Baju ku juga dicoret
sama dia dan coretan itu takkan pernah terhapus
itu kenangan terakhirnya. Ucapan terima kasih kakak itu kata terakhir
yang aku dengar dari mulutnya. Sejak saat itu aku merindukannya, Sungguh rindu
yang panjang”
“Siapa namanya?”
“Ginda Restu Purwanto”
Arsil hanya diam memandang langit, aku tahu dipikirannya apa
“Selesai SMA aku lanjut ke Kuliah jurusan ekonomi, kuliah
yang biasa saja gak ketemu cowok yang special seperti Ginda dan tidak pernah
ikut – ikutan kegiatan – kegiatan mahasiswa, aku kupu – kupu yang cantik disana
hahaha dan aku minta kuliah di luar karena Ginda juga kuliah di luar tetapi
sayang aku tetap tidak bisa bersamanya karena aku malah dapat di Melbourne dan
dia di Paris”
“Hmmm Ginda ternyata akselerasi ya pantesan dia malah lebih
cepat dari pada aku. Hubungan kau dengan Ginda gimana?”
“ya tidak ada Arsil. Aku Cuma berhubungan “sedikit” lewat dunia maya saja. Bertanya satu
atau dua hal”
“Perasaan?”
“kenapa bertanya ke perasaan. I’m your wife”
“dari cerita mu sepertinya Ginda itu sudah seperti
bayanganmu kan?”
“Apa bedanya kau dengan Difa?”
“Difa sudah hilang”
“Ginda juga sudah hilang”
“Hilang gimana? Kau berhubungan dengannya kok walau lewat
dunia maya dan kau tadi bertemu dengannya kan? Dia menyentuh tangan mu dan
mengatakan selamat ya kakak, itu kata pembuka setelah kata terakhir terima
kasih kakak itu kan? Aku lihat wajah kalian berdua aku pun punya perasaan aneh
dengan orang yang katanya dulu pernah satu SMA saja”
“Terus apa bedanya dengan Difa. Difa itu ada dia ada kok
saat pernikahan kita tadi siang, dia juga menyentuh tangan mu dan mengatakan
selamat ya Arsil, apa perasaan kau saat itu dan sekarang?”
“Kok malah balik nanya terus?” kami mulai meninggikan suara
kami, entah kenapa aku jadi marah dan dia pun juga
“Ya terus mau kau gimana?”
“Yaa aku …. “
“tentu kau tidak bisa menjawab kan? Kau masih punya perasaan
dengan Difa. Aku tahu Sil maksud dari FINDATION
berhasil menemukan Difa karena kau sudah menemukan Difa dipernikahan
kita kan? Perusahaan itu masih sebagai peluapan perasaan kamu ke Difa. Aku tahu
itu “
“Dan kau tahu Siapa Difa?”
“Iya aku mengenalnya sama kau mengenal Ginda juga kan. Difa
tetangga aku saat di Melbourne dia adik
ku disana. Kami sering tinggal bersama bahkan saat tahun terakhir aku disana
kami serumah, aku sudah curiga saat pertama kali kau menyebut nama nya Difara
Nursan. Aku yang mengundang Fira dan dia pernah menceritakan tentang mu. Aku
tahu Arsil”
Dia lama diam dan aku pun bingung mau bicara apa lagi. Aku
sungguh tahu mereka berdua, aku cuek saja saat mereka bersalaman dan saling
tersenyum ( pura – pura ). Dek Fira memandang ku dengan wajah yang aneh jelas
dia merasa kecewa melihat ku bersama Asril. Andai aku tahu terlebih dahulu tidak akan aku membuat
adik kecilku itu menangis malam ini.
“Difa tidak hilang Sil. Dia selalu ada untukmu hanya kau
yang terlalu sibuk mencari image yang baik buatnya. Andai kau lebih berusaha mengejarnya bukan
menyerahkannya kepada kesuksesanmu untuk
mendapatkan Difa mungkin FINDATION akan ganti nama jadi DIFATION”
“Ginda juga tidak hilang, Ginda bahkan tidak hilang dari mu
Fit, dia bisa kau hubungi kenapa kau bilang dia hilang. Dia hilang dari perasaan mu kan? Perasaan mu yang
special untuknya tapi dia entah apa kabarnya. Ginda ada depan mata mu lho Fit, kamu mudah
mendapatkan cowok kenapa Ginda yang kamu … “
“Aku cinta dia”
“Hah?”
“Kita udah sepakat kan kita jujur sejujurnya bercerita, ya aku cinta dia, sulit untuk bilang hai kepadanya , kau tahu untuk tulis
hai di emailnya saja butuh satu bulan lebih aku buat ulang – ulang. Aku tahu
ini cinta maka aku tidak berani untuk coba – coba aku takut jatuh Sil, itu
sangat menyakitkan”
“ Terus bagaimana sekarang? Kau yang menyakiti dirimu
sendirikah?”
“Entah lah” aku menutup muka dan menangis, menangis sejadi –
jadinya yang sejak pagi tadi aku tahan. Malam kemarin baru saja aku membuka
blog Ginda dan membaca semua riset yang kesekian kali dan memandang foto –
fotonya aku kembali mengenang pertama kali melihatnya.
“Aku juga cinta Difa”
“Difa juga cinta kau”
“hmmm kenapa kau
menerima lamaran ku?”
“kenapa kau melamarku?”
“kenapa kau terus balik nanya?”
“karena aku bingung”
“Aku melamarmua karena orang – orang disekitarku ingin aku
segera nikah dan Difa tak kunjung kutemukan, akhirnya aku menyerah dan setuju
dijodohkan denganmu”
“Aku hanya wanita yang menunggu, gengsi untuk mengejar sang
lelaki dan datang lah pengeran unutk melamarku, keluarga ku sangat setuju dan
kau memang seperti pangeran. Ginda sepertinya hanya jadi kenangan. Aku cewek
Sil, aku tidak mungkin jadi pengemis cintanya Ginda”
“Tapi..”
“Kau laki – laki malah asyik seperti banci menunggu Difa
saat dia di depan mu kau hanya sok
begaya baik dan perfect padahal ngomong
cinta saja kau gak sanggup – sanggup sampai harus mengandalkan perusahaan itu”
aku jadi tambah marah
“kok kamu ketus gitu ngomongnya aku kan tadi sudah cerita
bagaimana perasaan aku dengan dia dan kau seharusnya tahu kenapa aku tidak
langsung ngomong saat bersama dia apa jangan – jangan dari tadi kau tidak
mendengarkan sibuk mikiri Ginda yang suka ngompol itu” dia juga ketus
Aku marah sekali dengan perkataanya jelas dia tidak mengerti
posisi aku sekarang, aku menerimanya karena umur ku yang sudah tua, sibuk orang
memanggilku perawan tua dan datanglah dia untuk jadi suamiku dan seumuran pula
dengan aku siapa yang akan menolak walau tidak cinta, Jodoh adalah orang yang
kita cintai itu teori bukan?, yang pastinya aku menikah dan bukan perawan tua,
Bertahun – tahun rindu dengan Ginda pun jadi biasa aku bukan siapa – siapa dan
rasanya tidak mungkin untuknya, jadi berharap tiba-tiba dia jatuh dari langit
dan membawa seikat mawar dan berlutut di depanku sambil bilang “Will you marry
me?” itu seperti dongeng sebelum mimpiin dia. Sungguh aku bingung setelah ini akan
ada apa lagi, dia cinta orang lain dan aku cinta orang lain, kami menikah hanya
alasan takut dibilang tidak laku. Dia berdiri
dan pergi masuk ke dalam
“Arsil mau kemana? Difa tidak tinggal di kota ini jangan sok
mencari dia kalau gaya mu cuma jadi pengecut” aku berteriak agar dia mendengar
“Ginda, aku mau bawa dia kesini dan mau kasih tau kalau ada
wanita yang menunggunya dengan bego selama 10 tahun lebih dan sekarang wanita
jadi istri aku”
“Terus setelah itu?”
aku melotot tidak percaya
“Kalau Ginda mau
dengan mu dan dia bilang dia juga cinta kau, apa kau mau besok nikah dengan
dia?” dia menantangku
“IYA AKU MAU, kalau saja Difa bisa ku bawa juga kesini, mau
kah kau menikahinya malam ini juga?”
“AKU SANGAT MAU”
“Oke aku telpon Difa dan carilah Ginda, jodoh adalah orang
yang kita cintai itu hanya teori Sil, mana mungkin Ginda mau dengan aku,
mungkin dia sudah punya calon atau istri”
“Kalau dia sudah ada yang punya mana mungkin aku berani bawa
dia kesini, carilah Difa cepat sebelum dia bunuh diri karena aku sudah jadi
milikmu”
Aku ambil handphone dan mencari nomor telepon Fira, berkali –
kali nada sambung tak kunjung di angkat aku tahu ini waktunya orang tidur tapi
aku tahu kalau ada masalah Fira paling
susah tidur dan aku takut aku terlambat perkataan Arsil bisa jadi kenyataan. Tiba
– tiba Arsil keluar dari kamar dengan pakaian yang berbeda dia pakai jaket, dia sungguh – sungguh ingin
membawa Ginda kesini, jantung ku berdetak ada rasa senang “sedikit”.
“Fit, karena sebentar lagi aku akan menikah dengan Difa dan
kau besok sudah menikah dengan Ginda maka detik ini juga kita harus cerai”
Ya tuhan
“Aku ceraikan kau Fitri Lala Sasya binti Bambang Jikomojo”
“Iya” aku gemetar dan sungguh aku sama sekali tidak
kepikiran cerai, Arsil sudah keluar dan pergi tanpa kata apapun
“Halo Assalamualaikum kak, ada apa?” Fira ternyata sudah
angkat teleponku
“Waalaikumsalam, Fir, kakak baru saja kakak hilang dari
ejekan perawan tua sekarang malah kakak jadi JANDA haahaaa” aku menangis
“Apa? Kok bisa kenapa? Arsil meninggal kak?”
“Tidak Fir, kamu kenapa gak pernah bilang kalau cowok yang
kamu tunggu itu Arsil, kamu kenapa diam saja sih Fir”
“Kak dia memang sudah jodoh kakak, Arsil orangnya baik kak
jangan macam – macam ah baru juga malam pertama”
“jodoh itu orang yang kita cintai Fira adekku sayang, kamu
jodohnya”
“kakak ngomong apaan sih? Stop dulu nangisnya”
“Kamu ke rumah kakak ya sekarang? Arsil sudah nunggu kamu eh
maksudnya Arsil ingin sekali ketemu kamu”
“Ada apa kak sebenarnya?”
“Datang pokoknya sekarang” aku matikan handphone , aku tahu
pasti dia langsung balik nelpon dan jadi takut dengan aku dan dengan paniknya
datang kesini. Adekku itu sudah lama menunggu Arsil, aku sangat menyesal kenapa bisa menikah dengan Arsil.pujaan hati adikku itu.
#Bersambung
Sabtu, 20 Oktober 2012
Ratu dan Raja Seharian (Ep. 8)
“Aku tidak punya cerita menarik kayak kamu, masa kanak –
kanak aku biasa saja seperti yang lain main boneka, masak – masakan, Barbie –
Barbiean, dandan, dan main karet. Saat
SD aku beda dengan kamu aku paling semangat sekolah, pernah waktu berumur 4
tahun aku minta beliin baju SD karena tidak sabar mau sekolah. SD aku berjalan
lancar – lancar saja, punya teman dekat
yang berganti – ganti, aku orangnya cepat bosan waktu itu. Masa SD aku Cuma
punya kenang – kenangan juara menggambar 3 tahun berturut – turut, juara 3
besar terus dan suka nampil tari. Aku masuk ke SMP 3 dekat rumahku, di SMP aku
ikut MOS ya betul katamu aku pakai aksesoris yang tidak jelas dan apa gunanya
tidak penting. Tetapi aku dapat pacar
gara – gara MOS hahaha”
“SMP?? Baru kelas satu?”
“hahaha aku cepat gedenya jadi kecil – kecil sudah tahu
pacaran. Nama pacar pertamaku Faris dia kakak kelasku yang ganteng sekali. Aku
merasa jadi cewek paling beruntung di SMP ku jadi lah aku merasa cantik sekolah itu dan teman – temanku juga pada ….”
“Centil?”
“Iya, kami cewek paling top dan agak selengekan disana.
Hubungan aku dengan pacar pertamaku Cuma 5 bulan. 5 bulan yang menyenangkan.
Setelah 2 bulan jomblo aku pun dapat pacar lagi teman sekelas ku sendiri. Kami pacaran sampai kelas dua dan di awal
kelas dua kami putus gara – gara berpisah kelas hahaha lucu sekali kami tidak
sanggup harus jarak jauh kelas.”
“Siapa namanya?”
“Jamal dia anak nakal dikelasku tapi dia baik kok, lalu
selama kelas dua aku tidak terlalu
peduli dengan cowok – cowok dan saat
kelas tiga baru lah aku punya pacar lagi namanya Tano dia itu anak SMA, dia tau
aku dari friendster dan ketemuan lalu
cocok gitu. Sampai lulus aku masih bersama Kak Tano, aku masuk SMA favorit di
kota ini. Alhamdullilah aku lulus teman – temanku yang lain tidak ada yang
lulus jadilah aku sendiri disana. Memang sekolah itu lumayan jauh dari rumah
tetapi kalau ditanya sekolah dimana Fitri? Di SMA DR rasanya bangga juga”
“Tano SMA disitu?”
“Iya dia disana, dialah yang maksa aku sekolah disana
katanya aku lebih baik disana karena dia tahu isi lapor ku. Disana ada kelas
akselerasi untung aku tidak masuk kelas itu. Aku yang dulunya suka bercentil
ria masa’ harus belajar keras biar bisa 2 tahun lulus SMA. Pacar ku yang
pertama kali aku bawa kerumah ada Kak Tano, dia baik sekali dan aku yakin dia
ini punya sopan santun yang tinggi maka aku beranikan ajak dia kerumah. Bahkan aku
kenalkan ke Kakekmu. Saat dia lagi di Kota sepertinya saat itu kamu masih SMP
karena kakek belum menetap disini. Hubungan aku dengan dia juga paling baik
daripada dengan yang lain dan dia juga pacar terakhirku.”
“Hah? Kenapa?”
“Iya saat kelas tiga aku menemukan sosok yang beda, dia
sungguh keren Sil, gaya bicaranya pun buat dia jadi orang yang
apalah pokoknya benar – benar buat aku mikir dia terus. Dia anak
akselerasi saat aku kelas dua dia baru
masuk. Aku selidiki dia lewat friendster
ternyata saat SMP dia juga Akselerasi daerah kota lain. Dia dulunya
tinggal di kota ini tapi sepertinya dia pindah terus balik lagi. Aku sungguh
mencari tahu dia itu. Sampai aku lupa Kak Tano ada, aku kelas tiga mau ujian
dan Kak Tano sibuk dengan kuliahnya kami pun putus. Sebenarnya tidak bukan itu
juga mungkin memang bosan kali ya Kak Tano juga sepertinya sudah punya yang
baru dikampusnya kelihatan dari status facebooknya bukan friendster lagi. Walau sudah tidak berhubungan aku tetap
menghormati dan menghargai Kak Tano, dia baik sekali dan karena dia juga lah
aku jadi berubah dari anak centil jadi anak normal dan masuk SMA DR. Eh, tadi Kak Tano ada lho di bawa istri dan
anak pertamanya yang masih bayi lagi, kau tahu tidak?” aku jadi bertanya ke
Arsil takut dia ketiduran mendengar ceritaku
“Yang mana ya?” dia
mengingat
“ yang pakai batik”
“Rata – rata juga pada pakai Batik Fit” aku cengir saja
“Yang ganteng dan istrinya cantik, anaknya aku gendong dan
tidak nangis sepertinya itu anak tau aku mantan bapaknya”
“ohhh iya ya, pantasan laki – laki itu kayak kenal dekat
sama kamu tapi ya tadi istrinya kayaknya gak senang liat kamu gendong bayi itu
dari bapaknya, kayaknya dia cemburu. Pantasan kamu mantannya”
“Hehehe abis lucu banget anaknya, kan Kak Tano sudah
kuanggap abang sendiri”
“Terus gimana dengan dia, kamu pacaran gak sama dia?”
Jumat, 05 Oktober 2012
Raja dan Ratu Seharian (Ep. 7)
“Difa gimana?”
“Oh saat aku pulang ternyata dia sudah lulus dan tinggal
menunggu wisuda 3 bulan lagi. Aku yang ingin bereng terus dengan dia jelas
menargetkan skripsi selesai sebelum pendaftaran wisuda ditutup dan aku berhasil
wisuda bareng dia. Ternyata selama 3 bulan menunggu aku eh wisuda maksudnya dia
mencari beasiswa S2 dan dia dapat diluar negeri. Aku senang sekali saat dia
beritahu kabar itu, ingin memuluknya dikerumunan orang – orang yang sedang
bahagia juga. Aku berfoto berdua dengan dia saat memakai toga sungguh foto
dengan dia hanya dia pertama kali dan saat yang begitu indah. Ternyata dia
harus berangkat besok lusa dan kembali tidak jelas yang pasti katanya saat
lebaran. Aku yang tadi diatas tiba – tiba jatuh kebanting pula. Aku jadi ingin
ke luar negri juga ke prancis menjaga dia maksudku kuliah bareng dia. Tetapi
aku terlambat untuk mendaftar. Aku pun bingung dengan masa depan setelah lulus
Difa kembali kuliah dan aku jadi pengangguran oh rasanya aku gagal jadi calon
suami Difa. Setahun pertama di tinggal Difa aku tinggal di kampung dan kakek
juga tinggal disana. Aku benar – benar kehabisan ide bagaimana bisa ke prancis
menyusul Difa, aku mencari pendaftaran sekolah disana tapi untuk jurusanku
tidak ada. Orang tua menyuruhku kerja saja mereka heran dulu disuruh sekolah
minta kerja sekarang disuruh kerja minta sekolah.”
“Hahaha lalu kau kerja dimana perusahaan kakek? Kenapa tidak
minta tolong kakek kan dia bisa bantu”
“Perusahaan kakek ada di luar negri di Singapura dan diurus
sama paman. Aku tidak mau ke Singapura aku Cuma mau prancis. Sekolah disana
bersama Difa. Aku mendapat ilham walau Difa disana kuliah S2 dan aku tidak, aku
bisa saja lebih hebat darinya bukan kerja di kantoran atau jadi PNS yang
katanya hidupnya di jamin. Tetapi aku jadi pengusaha menurut aku ya orang kerja
sehebat apapun tetap kalah hebat dengan orang yang menciptakan lapangan
pekerjaan. Aku yakin bisa membuat Difa tercengang saat dia pulang melihat aku
yang sudah punya banyak anak buah dan semoga dia mau jadi istriku. Itu
keinginanku saat itu.
Aku berbicara kepada kakek dan dia sangat setuju dia mau
menanamkan modal kepadaku. aku buat perusahaan kecil – kecilan yang belum ada
namanya saat itu. Perusahaan itu akan menampung segala hasil panen para petani
di kampungku termasuk punyaku juga. Di perusahaan itu akan ada pengolahah dari
hasil pertanian tersebut, lalu dijual ke supermarket yang ada di kota. Dengan
modal yang tidak tanggung – tanggung dari kakek aku bisa membuat pabrik atau
perusahaan itu menjadi besar yang ku bangun di tanah luas milik kakek juga.
Tanah itu gratis sebagai hadiah aku lulus S1 dengan predikat terbaik.kalau
perusahaan yang dibangun itu akan aku ganti aku pinginnya itu perusahaan benar
– benar aku yang miliki dan aku pula yang ngurus. Setahun perusahaan itu
selesai dengan ilmu yang aku punya kau tahu bagaimana mengolah hasil panen itu
sebelum dijual. Jadi diperusahaan itu aku jadikan semacam pabrik pengolahan
berbagi macam hasil pertanian seperti padi jadi sekarung beras yang bersih dan
siap jual ke supermarket, buah – buahan yang bersih dan bertahan lama, dan
sayuran segar bahka daging pun aku
ikutkan. Awal sebelum perusahaan dibangun aku cuma sibuk membuat perencanaan
aku cari petani – petani itu dan bahkan modal yang kakek beri aku kasih ke
petani untuk menanam segala macam tanaman hortikultura tanpa memikirkan harga
pupuk yang mahal dan modal yang sedikit. Perusahaan itu semakin besar banyak
produk makanan yang ada di supermarket dari perusahaanku tetapi tidak ada
labelnya karena aku belum ngasih nama. Kakek yang minta aku segera kasih nama
dan perusahaan itu akan dipromosikan kemana – mana. Aku sampai semalaman
memikirkan nama yang cocok, aku ingin kasih nama Difa Company karena tekad aku untuk membuat perusahaan ini
karena dia ingin lebih baik saat dia pulang nanti tetapi karena aku takut malah
di ketawain maka aku beri nama RINDU. Aku rindu sekali dengan Difa sungguh perusahaan itu untuk Difa
karena Difa, terbesit dipikiranku andai Difa jadi istriku ini lah mahar yang
aku berikan kalau saja dia tidak ada mana mungkin aku bisa jadi pengusaha
seperti ini ”
“Dangdut sekali namanya. Pasti banyak yang tidak setuju”
“Iya, semuanya ketawa saat sarapan pagi. Aku kecewa sekali
padahal itu kan menggambarkan perasaanku. Aku cari lagi kata Kakek yang bagus
kalau bisa di asingkan bahasanya manatau ini perusahaan akan mendunia. Aku
dapat FINDATION. Menemukan , ingin menemukan Difa perusahaan ini sebagai pengeluaran perasaan aku yang terus mencari
tahu kabar Difa gimana, dimana dia, sedang apa dia dan masih ingatkah dengan
aku karena kabar Difa hilang. Bahkan sampai sebelum kita menikah perusahaan itu
masih berharap menemukan pemiliknya
Difa”
Aku bingung kenapa sebelum menikah apakah maksudnya
perusahaan itu jadi milikku karena aku sekarang lah istri nya. Findation sudah
terkenal 5 tahun yang lalu perusahaan ini membuat berbagai makanan dari bayi
sampai orang dewasa tak ku sangka alasan membuatnya hanya untuk seorang cewek. Sebenarnya aku ingin tahu Difa
itu siapa yang sebenarnya, Arsil menyembunyikan sesuatu dan aku juga ada yang
aneh dari Difa ini.
“Ya itu kisah aku. Dari kecil sampai sekarang. Dari yang
Cuma pedagang sayur yang banyak ngoceh pada Ibu – ibu dan bermimpi jadi penjual
sayur yang terkaya di Kampung. Dan sekarang terwujud bahkan bukan sekedar
pedagang sayur tapi lebih”
“hebat sekali mimpi yang diketawai dulunya. Kabar Difa?”
“aku tidak tahu” dia menunduk saja dan tidak dilanjuti
ceritanya. Sampai itu sajakah? Sampai Difa saja dan aku bagaimana dia tidak
menceritakan saat melamar aku bersama keluarganya 3 bulan lalu dan seperti
dikejar minta nikah secepatnya. Dia dan aku memang di jodohkan karena orang tua
ku dan keluarga Arsil sangat dekat. Kakek Arsil sudah seperti Ayah bagi
Orangtuaku. Kakekku dulu punya perusahaan di Kota dan Papa bekerja disana. Papa
sering belajar dengan kakek Arsil saat kakek pulang ke kota dulu dan Ayah Arsil
masih tinggal dikota jadi Ayah dan Papa sudah dekat hanya karena Ayah menemukan
cintanya di Ipukandra dan Papa tetap di kota jadi mereka terpisah. Kakek juga
pindah ke singapura menemani anak sulungnya
memimpin perusahaan miliknya. Aku yang selalu ada di kota jadi cucu
kakek saat dia pulang. Tidak pernah sekali pun kakek bercerita soal Arsil yang
selalu diceritakannya Ipukandra dan berharap cucu – cucunya bisa jadi Ipukadra.
Saat aku sudah lulus baru lah kakek memperkenalkan aku kepada cucu Ipukadranya.
Setelah mendengar cerita Arsil ini memang benar Arsil lah Ipukadra itu karena
dia lah desanya jadi maju sekali. Petani – petani disana bukan lagi kuli yang
dibayar tetapi pemilik tanah. Dan Arsil sudah millionaire muda dia punya sifat
kerja keras yang tersirat.
“Eh Fit, aku sudah cerita dari awal sampai akhir, terus
gimana kamu?”
“Gimana apanya?”
“Cerita hidup kamu Fit, aku sudah jujur sejujurnya, nah
sekarang kamu cerita yang jujur”
#Bersambung
Senin, 01 Oktober 2012
Ratu dan Raja Seharian (Ep 6)
“Hasan?”
Dia diam saja
merenung hampir ingin menangis lagi. Aku seperti tahu sedih yang
dirasakan Arsil, terlihat dia sangat menyesal dengan ikut – ikutan itu
terjerumus dengan kenakalan remaja apalagi harus kehilangan sahabat
“waktu aku mau keluar aku beranikan diri bertanya kabar
Hasan ke polisi, mereka bilang Hasan tidak bisa diselamatkan, meninggal di
perjalanan ke rumah sakit dan pelajar yang nusuk Hasan sudah di hukum masuk
penjara juga dan akan diadili. Aku menangis sejadi – jadinya di kantor polisi
itu sungguh aku menyesal kenapa aku tidak lihat laki – laki SMP itu mau nusuk
Hasan, aku bodoh sekali sebenarnya aku lah yang salah Fit, aku lah pembunuh Hasan
kalau saja aku tidak memukul ketua dari
SMP lawanku itu mungkin tidak akan terjadi apa – apa, Hasan juga melarangku
memukulnya lagi karena dia tahu kalau sempat melukai itu preman aku bisa
dihabisi dengan anak buahnya juga. Andai dia membiarkan aku memukul preman itu
mungkin aku yang sudah tidak ada.
“Ya tuhann maaf kan lah aku, sampai sekarang rasa penyesalan
selalu menghantui aku dan hanya doa yang bisa ku lakukan, aku pengecut sekali”
Dia mengeluarkan air mata. Aku pun juga menangis aku juga
pernah kehilangan.
“Tidak perlu menyesal Sil, semua udah jalannya ini takdir
Allah, dan biarlah Hasan tenang disana, kita disini Cuma bisa mendoakannya”
“Iya aku tahu itu tapi mengingat kejadian itu benar – benar
buat aku pingin marah benar – benar bodoh aku disana. Sejak itu aku berubah
jadi anak baik – baik tidak nakal lagi seperti SD dan tidak jadi preman lagi
seperti di SMP HP”
“SMP HP terus HP itu apa? Aku tidak pernah dengar ada
sekolah di singkat HP”
“Harapan Palsu hahaha”
“Tidak Lucu”
“Hasan Pamungkas. Nama anak pemilik sekolah itu dan temanku
yang meninggal gara – gara kebodohanku”
“oh anak pemilik sekolah ya Hasan itu. Terus kamu tidak di
carikan sama keluarga Hasan?”
“Aku tidak tahu, aku pindah dari kosan ke rumah kakek malam
itu juga. Rumah kakek jauh sekali dari kosan dan SMP HP, aku tidak pernah
ketemu lagi dengan teman – teman SMP ku, mereka ntah tau atau tidak kabarku
gimana aku tidak peduli. Aku ingin hilang dari mereka dan tidak ingin lagi
mengenang masa – masa burukku, aku jadi anak baik – baik kembali menjadi juara
dan menjadi penurut. Aku didaftarkan ke sekolah negeri di dekat rumah kakek
walau sekolah itu tidak sebagus SMP 1 tetapi
guru – guru nya baik – baik. Aku melanjutkan ke SMA negeri yang ada
disana. Tidak ada yang menarik selain menjadi juara dan menang bila ada
perlombaan akademik. Di rumah kakek aku juga seperti biasa saja hidup enak jadi
orang kaya soal pertemuan kami yang tidak enak kakek tidak mempermasalahkannya
dan tiap liburan aku pulang kampung bersama kakek kan dulu waktu ngekos aku
pulang sendiri. Kakek ingin buat perusahaan untukku dia tidak ingin nasibku
sama seperti ayah, hanya ingin jadi pegawai negeri yang pas – pasan dan sibuk melayani
masyarakat. Kakek ingin aku jadi
pemiliknya dan saat itu aku baru mau lulus SMA. Aku mau dimasukkan ke sekolah
bisnis atau jurusan bisnis, aku menolak aku memang suka bisnis tetapi aku tidak tertarik dengan bisnis
menurutku sejak kecil aku sudah pintar berbisnis, siapa yang bua usaha jual
sayuran di rumah? Aku kan dan aku pula yang jadi penjual sayur keliling
pertama. Aku lebih memilih ke eksak ya aku pilih saja pertanian, kerjaan
pertanian aku dirumah selalu buruk jadi aku ingin punya ilmu yang lebih untuk
usah sayur mayor di rumah. Asalan disana juga mengingatkan cita – cita ku jadi
penjual sayur terkenal. Kenapa harus sekolah? Padahal aku bisa kerja
menghasilkan uang dan tidak perlu menghabiskan proses yang begitu lama untuk
dapat kerjaan. Aku disana menemukan jawabannya. Kampus idamanku kudapatkan
dengan kerja keras, aku tes sekali gagal, tes kedua aku malah sakit dan tidak
ikut tes, untung ada tes lagi dan aku lulus. Kakek pun tidak jadi sakit karena
dengar kabar bahagia dari ku. Aku kuliah di kota lain lebih bahaya dan benar –
benar ramai, aku yang dulunya juga pernah mengalami hal seperti itu jadi biasa
saja ditambah lagi bantuan kakek yang terlalu mewah menurut ku.”
“Ada cerita apa saat kuliah?”
“Cinta. Waktu SMP sebenarnya aku tidak tahu cinta itu apa, namanya juga
dipaksa. Aku ketemu dia saat dia duduk disampingku saat belajar ilmu pertanian
semester pertama hari pertama kuliah. Aku tidak ikut acara orientasi aku takut
nanti kejadiannya sama dengan yang dulu jadi aku terlambat mengenal teman –
temanku. Dia bertanya apakah aku sudah absen dan aku jawab belum lalu dia
memberia absen itu kepadaku aku pun tahu namanya dari absen itu nama paling
bawah Difara Nursan. Nomor mahasiswanya hamper sama denganku Cuma beda dua
angka belakangnya saja”
“Ya iya lah, teman seangkatanmu juga begitu Sil. Dia cinta
pertamamu?” sepertinya cerita ini akan panjang lebih panjang, absen pun
diceritakan apa lagi yang lain
“oh iya ya, belum saat itu aku cuma mau kenal dengan teman –
temanku saja. Dia lah teman pertamaku, aku bertanya terus kepadanya dia dengan
tidak merasa direpotkan menjawab dengan baik dan jelas. Kami terus bersama – sama saat ke perpus, kantin
dan ke ruang dosen kecuali toilet, tetapi tidak sampai sebulan kami berpisah”
“Kenapa? Dia pindah?”
“Nggak, dia semakin banyak teman ya teman wanita dan aku
jadi sering berteman dengan laki – laki”
“Ya ampun itu saja disebut berpisah”
“Karena berpisah itu lah aku jatuh cinta kepadanya, aku jadi
ingin dekat dia terus dan selalu memperhatikannya. Rasa penasaranku yang
berlebihan aku sebut cinta”
“Ciyeeee”
“haha lebay ya? Tetapi gimana tidak dia itu sungguh
memesona, dia sangat baik, ramah dan senang terus tidak pernah aku melihatnya
dia marah ataupun sedih. Aku merasa benar – benar mencintainya saat dia
menjawab pertanyaan ku. Saat aku sedang asyik baca buku sendiri di sekitar
kampus dia datang duduk disampingku dan tertawa renyah. Aku berhenti membaca buku dan memilih mengobrol
dengannya. Saat obrolan kami sudah selesai dia diam dan aku diam, kami sama –
sama diam sungguh diam yang membingungkan aku ingin ngobrol lagi tetapi tidak
ada lagi yang ingin diobroli, tentang semua dosen sudah, mata kuliah sudah,
tugas
sudah, tentang laporan dan praktikum pun sudah semua. Aku
pun iseng bertanya.”
“kau Tanya mau kah jadi pacarku? Apa kau mencintaiku?” aku
langsung ngerocos saja
“Ya tidak lah, aku Tanya apa pentingnya pendidikan, sekolah,
kuliah seperti ini? Aku bilang keluhanku tentang proses yang terlalu panjang
ini dan hasil yang tidak kelihatan sama sekali. Masa depan kan tidak jelas. Dia
pertama – tamanya diam saja, aku kira dia akan tertawa ternyata tidak dia
menjawab dengan santai. “Tentu saja penting bila kita mendapatkan hasil tanpa
proses mana mungkin kita bisa menghargai hasil itu, pasti kita merasa sombong
dan lupa diri. Sekolah ataupun pendidikan penting atau tidaknya itu menurutku
banyak gunanya seperti sekarang kalau tidak sekolah mana mungkin aku bisa
kuliah dan berteman dengan kamu. semua orang tahu siapa Albert Einsten dan yang
sekolah pasti tahu, walau hanya Albert Einsten yang tidak tahu dia pasti lah
malu.” Sepanjang hidupku aku tidak berani bertanya kepada orang lain karena aku
tahu ini pertanyaan anak kecil tapi sungguh dia sangat mengerti aku dia
memberi penjelasan yang aku inginkan dari dulu. Aku sungguh
jatuh cinta kepadanya tanpa paksaan apapun dan tanpa alasan yang jelas. Dia
begitu indah karena aku mencintainya.”
“ohh so sweet, terus kalian jadian?”
“waktu SMP aku nembak cewek tanpa rasa apa – apa, grogi
tidak dan takut ditolak pun tidak ku anggap Cuma mainan saja. Tetapi yang ini
sungguh aku benar – benar takut ditolak dan rasaku dengan dia bukan main –
main, aku serius mencintai dia dan aku tidak mau mempermainkan cintaku yang
luarbiasa ini hanya untuk jadikan dia
pacar yang aku tidak tahu guna nya apa. Aku waktu itu berharap dia yang akan
menjadi jodohku.” Dia melihatku dan tersenyum sambil melihat langit. Aku rasa
dia kecewa, aku tahu perasaannya gimana.
“Difa ternyata kerja saat malam hari, aku tahu saat makan
malam sama kakek. Waktu itu kakek datang untuk melihatku dia memang 2 minggu
sekali ke kosanku melihat perlengkapanku dan bercerita – cerita tentang
kuliahku. Malam itu kakek dan aku duduk di bagian sudut. Kami duduk menunggu
lama pelayan datang tiba – tiba dibelakangku ada suara. Aku lihat hey aku
tersontak kaget melihat Difa berpakaian warna serba hitam dan memegang buku menu
dan menyodorkan ke aku dan kakek. Dia tersenyum kepadaku dan aku pun
memperkenalkannya ke kakek. Kakek sepertinya sangat suka sama Difa dia lama
berbicara awalnya mereka ngobrol tentang kuliah dan lama – lama kakek juga
tidak enak jadi bertanya – Tanya soal menu. Aku melihat mereka berdua begitu
akrab, jujur ya aku mesyukuri hal itu setidaknya calon cucu sudah akrab dengan
calon kakek hehehe”
“hahaha kau detail sekali menceritakannya sampai tahu dia
berpakaian apa, padahal itu kan sudah lama”
“Apapun itu pokoknya tentang Difa bisa sedetailnya aku
ingat. Saat pertama kali ketemu di kelas dia pakai kemeja biru, celana lepis
biru dan sepatu kets putih. Tiap ke kampus dia pakai tas selempang warna coklat
dan yang selalu dia bawa dompet biru langit bergambar bintang kartun”
“Prokkk..prookkk..” aku tepuk tangan dengan pengingatan
Arsil yang jago sekali, dia memang cerdas tapi jelas ini bukan bukan hanya
factor cerdas saja tapi juga cintanya dia.
“itu belum seberapa. Selain kerja dia juga aktif di
organisasi. Aku juga aktif sih tapi ya dia duluan yang gabung ke organisasi itu
baru aku ikut gabung. Dia ikut BEM aku juga, dia ikut organisasi keagamaan aku
juga, dia ikut olahraga silat aku juga. Dia jadi anggota biasa aku coba mencari
perhatiannya jadi ketua karena dial ah aku belajar leadership. Aku jadi
presiden di kampus karena ingin dia melihatku selalu. Waktu setahun menjabat
jadi ketua di kampus aku benar – benar banyak mendapatkan ilmu. Dan dia walau
jadi anggota biasa selalu aku jadikan teamwork aku. Dia puny aide yang luar
biasa dan tiap idenya pasti berhubungan dengan social menolong ini, bantu itu.
Aku ingin dia Fit.” Aku mungkin dianggan cemburu tapi tidak aku tahu apa yang terjadi dengan Arsil.
“selama perkuliahan kami kalang kabut. Ikut organisasi
memang sedikit mengganggu urusan kuliah. Tetapi bisa diatur selama aku bisa
mengatur waktu, masa Difa yang malamnya kerja aja masih sanggup dapat IP tinggi
aku yang masih ada waktu luang mau kalah. Nanti aku dianggap calon suami yang
pemalas lagi jadi aku berusaha dapat mengatur waktu untuk belajar dan biat
tugas dan akhirnya aku dapat IP tertinggi terus. Difa palingan beda tipis lah
dengan aku. Jelas aku tidak mau kalah dengan dia, aku mau istri ku pintar dan
aku lebih pintar itu keinginanku waktu itu.
“waktu kuliah begitu cepat tidak diasangka jabatan presiden
sudah diambil orang dan aku sudah tidak kuliah seperti biasa. Menyusun skripsi
yang begitu menegangkan. Penelitian aku di kampung Ipukandra aku meneliti
tingkat pertumbuhan berbagai macam holtikultura di tanah yang ada di kampungku
dan memberi beberapa perlakuan. Penelitianku amat lama hamper setahun karena
sampel ku banyak dan maklum di kampung
sendiri jadi keenakan. Aku benar – benar kangen dengan lahan Ipukandra masa –
masa kecil yang hidup social dengan tumbuhan kembali lagi. Andai Difa ada saat
itu mungkin kami akan berlari – lari dipinggir lading dan sama – sama memanen
wortel sambil mendengar dongeng Ipukandra. Dia sebenarnya udah tau dongeng
Ipukandra, kalau tidak salah sudah 5 kali aku ceritakan. Dia tidak pernah
terlihat bosan bahkan dia sama seperti aku salut sama Ipukandra. Aku selesai penelitian sibuk ditelepon dengan
dosen. Akhirnya aku kembali ke kampus tercinta denga aktivitas menyusun
skripsi. Alhamdulilah 2 bulan bimbingan selesai dan aku siding skripsi. Aku
waktu itu sudah kuliah 4 tahun lebih dan
5 tahun aku melaksanakan tugas sebagai mahasiswa.”
“Difa gimana?”
#Bersambung
Langganan:
Postingan (Atom)