“Terus gimana dengan dia, kamu pacaran gak sama dia?”
“Kan udah aku bilang, Kak Tano pacar terakhir aku. Sejak
ketemu dia itu aku jadi lebih sering ngejar dia. Pernah sekali tanpa sengaja
satu bangku sama dia, dia bilang “permisi kak boleh duduk disini” wah aku
terkejut dia duduk dengan ku dan aku bisa lihat dia itu ganteng sekali Sil. Aku
pura – pura saja ngobrol bareng teman aku. Aku sekali – sekali Tanya ke dia
anak kelas berapa, pura – puranya gak tahu dia jawab kaku ya maklum aku kan
seniornya. Sama kayak kamu. kamu kan adikku seharusnya”
“aku brondong ya?”
“hahahaha ya segitu saja lah ya, dia ya Cuma kenal saja gak kayak kamu dengan
Difa”
“Yah gak seru, jujur dong, apa aja yang pernah kalian
bicarakan? Atau dimana saja tempat kenangan kamu dengannya?”
“Sil… aku dengan dia gak dekat banget Cuma ya ngobrol
sebentar itu pun Cuma beberapa kali dan
setelah itu aku Cuma tau dia lewat dunia maya”
“Ya ngobrol sebentar itu gimana? Masa’ dengan
orang yang special seperti dia saja kamu bisa nganggap nya biasa pasti
ada yang disembunyiin nih”
“Cuma di sekolah lalu ditaman dan saat kelulusan, terakhir
aku melihat wajahnya sebelum menikah dengan kamu”
“Terus?”
“Dia yang duluan datang ke aku dan meminta aku tanda tangan
di bajunya. Sumpah Sil aku grogi dan gugup nyoret bajunya. Baju ku juga dicoret
sama dia dan coretan itu takkan pernah terhapus
itu kenangan terakhirnya. Ucapan terima kasih kakak itu kata terakhir
yang aku dengar dari mulutnya. Sejak saat itu aku merindukannya, Sungguh rindu
yang panjang”
“Siapa namanya?”
“Ginda Restu Purwanto”
Arsil hanya diam memandang langit, aku tahu dipikirannya apa
“Selesai SMA aku lanjut ke Kuliah jurusan ekonomi, kuliah
yang biasa saja gak ketemu cowok yang special seperti Ginda dan tidak pernah
ikut – ikutan kegiatan – kegiatan mahasiswa, aku kupu – kupu yang cantik disana
hahaha dan aku minta kuliah di luar karena Ginda juga kuliah di luar tetapi
sayang aku tetap tidak bisa bersamanya karena aku malah dapat di Melbourne dan
dia di Paris”
“Hmmm Ginda ternyata akselerasi ya pantesan dia malah lebih
cepat dari pada aku. Hubungan kau dengan Ginda gimana?”
“ya tidak ada Arsil. Aku Cuma berhubungan “sedikit” lewat dunia maya saja. Bertanya satu
atau dua hal”
“Perasaan?”
“kenapa bertanya ke perasaan. I’m your wife”
“dari cerita mu sepertinya Ginda itu sudah seperti
bayanganmu kan?”
“Apa bedanya kau dengan Difa?”
“Difa sudah hilang”
“Ginda juga sudah hilang”
“Hilang gimana? Kau berhubungan dengannya kok walau lewat
dunia maya dan kau tadi bertemu dengannya kan? Dia menyentuh tangan mu dan
mengatakan selamat ya kakak, itu kata pembuka setelah kata terakhir terima
kasih kakak itu kan? Aku lihat wajah kalian berdua aku pun punya perasaan aneh
dengan orang yang katanya dulu pernah satu SMA saja”
“Terus apa bedanya dengan Difa. Difa itu ada dia ada kok
saat pernikahan kita tadi siang, dia juga menyentuh tangan mu dan mengatakan
selamat ya Arsil, apa perasaan kau saat itu dan sekarang?”
“Kok malah balik nanya terus?” kami mulai meninggikan suara
kami, entah kenapa aku jadi marah dan dia pun juga
“Ya terus mau kau gimana?”
“Yaa aku …. “
“tentu kau tidak bisa menjawab kan? Kau masih punya perasaan
dengan Difa. Aku tahu Sil maksud dari FINDATION
berhasil menemukan Difa karena kau sudah menemukan Difa dipernikahan
kita kan? Perusahaan itu masih sebagai peluapan perasaan kamu ke Difa. Aku tahu
itu “
“Dan kau tahu Siapa Difa?”
“Iya aku mengenalnya sama kau mengenal Ginda juga kan. Difa
tetangga aku saat di Melbourne dia adik
ku disana. Kami sering tinggal bersama bahkan saat tahun terakhir aku disana
kami serumah, aku sudah curiga saat pertama kali kau menyebut nama nya Difara
Nursan. Aku yang mengundang Fira dan dia pernah menceritakan tentang mu. Aku
tahu Arsil”
Dia lama diam dan aku pun bingung mau bicara apa lagi. Aku
sungguh tahu mereka berdua, aku cuek saja saat mereka bersalaman dan saling
tersenyum ( pura – pura ). Dek Fira memandang ku dengan wajah yang aneh jelas
dia merasa kecewa melihat ku bersama Asril. Andai aku tahu terlebih dahulu tidak akan aku membuat
adik kecilku itu menangis malam ini.
“Difa tidak hilang Sil. Dia selalu ada untukmu hanya kau
yang terlalu sibuk mencari image yang baik buatnya. Andai kau lebih berusaha mengejarnya bukan
menyerahkannya kepada kesuksesanmu untuk
mendapatkan Difa mungkin FINDATION akan ganti nama jadi DIFATION”
“Ginda juga tidak hilang, Ginda bahkan tidak hilang dari mu
Fit, dia bisa kau hubungi kenapa kau bilang dia hilang. Dia hilang dari perasaan mu kan? Perasaan mu yang
special untuknya tapi dia entah apa kabarnya. Ginda ada depan mata mu lho Fit, kamu mudah
mendapatkan cowok kenapa Ginda yang kamu … “
“Aku cinta dia”
“Hah?”
“Kita udah sepakat kan kita jujur sejujurnya bercerita, ya aku cinta dia, sulit untuk bilang hai kepadanya , kau tahu untuk tulis
hai di emailnya saja butuh satu bulan lebih aku buat ulang – ulang. Aku tahu
ini cinta maka aku tidak berani untuk coba – coba aku takut jatuh Sil, itu
sangat menyakitkan”
“ Terus bagaimana sekarang? Kau yang menyakiti dirimu
sendirikah?”
“Entah lah” aku menutup muka dan menangis, menangis sejadi –
jadinya yang sejak pagi tadi aku tahan. Malam kemarin baru saja aku membuka
blog Ginda dan membaca semua riset yang kesekian kali dan memandang foto –
fotonya aku kembali mengenang pertama kali melihatnya.
“Aku juga cinta Difa”
“Difa juga cinta kau”
“hmmm kenapa kau
menerima lamaran ku?”
“kenapa kau melamarku?”
“kenapa kau terus balik nanya?”
“karena aku bingung”
“Aku melamarmua karena orang – orang disekitarku ingin aku
segera nikah dan Difa tak kunjung kutemukan, akhirnya aku menyerah dan setuju
dijodohkan denganmu”
“Aku hanya wanita yang menunggu, gengsi untuk mengejar sang
lelaki dan datang lah pengeran unutk melamarku, keluarga ku sangat setuju dan
kau memang seperti pangeran. Ginda sepertinya hanya jadi kenangan. Aku cewek
Sil, aku tidak mungkin jadi pengemis cintanya Ginda”
“Tapi..”
“Kau laki – laki malah asyik seperti banci menunggu Difa
saat dia di depan mu kau hanya sok
begaya baik dan perfect padahal ngomong
cinta saja kau gak sanggup – sanggup sampai harus mengandalkan perusahaan itu”
aku jadi tambah marah
“kok kamu ketus gitu ngomongnya aku kan tadi sudah cerita
bagaimana perasaan aku dengan dia dan kau seharusnya tahu kenapa aku tidak
langsung ngomong saat bersama dia apa jangan – jangan dari tadi kau tidak
mendengarkan sibuk mikiri Ginda yang suka ngompol itu” dia juga ketus
Aku marah sekali dengan perkataanya jelas dia tidak mengerti
posisi aku sekarang, aku menerimanya karena umur ku yang sudah tua, sibuk orang
memanggilku perawan tua dan datanglah dia untuk jadi suamiku dan seumuran pula
dengan aku siapa yang akan menolak walau tidak cinta, Jodoh adalah orang yang
kita cintai itu teori bukan?, yang pastinya aku menikah dan bukan perawan tua,
Bertahun – tahun rindu dengan Ginda pun jadi biasa aku bukan siapa – siapa dan
rasanya tidak mungkin untuknya, jadi berharap tiba-tiba dia jatuh dari langit
dan membawa seikat mawar dan berlutut di depanku sambil bilang “Will you marry
me?” itu seperti dongeng sebelum mimpiin dia. Sungguh aku bingung setelah ini akan
ada apa lagi, dia cinta orang lain dan aku cinta orang lain, kami menikah hanya
alasan takut dibilang tidak laku. Dia berdiri
dan pergi masuk ke dalam
“Arsil mau kemana? Difa tidak tinggal di kota ini jangan sok
mencari dia kalau gaya mu cuma jadi pengecut” aku berteriak agar dia mendengar
“Ginda, aku mau bawa dia kesini dan mau kasih tau kalau ada
wanita yang menunggunya dengan bego selama 10 tahun lebih dan sekarang wanita
jadi istri aku”
“Terus setelah itu?”
aku melotot tidak percaya
“Kalau Ginda mau
dengan mu dan dia bilang dia juga cinta kau, apa kau mau besok nikah dengan
dia?” dia menantangku
“IYA AKU MAU, kalau saja Difa bisa ku bawa juga kesini, mau
kah kau menikahinya malam ini juga?”
“AKU SANGAT MAU”
“Oke aku telpon Difa dan carilah Ginda, jodoh adalah orang
yang kita cintai itu hanya teori Sil, mana mungkin Ginda mau dengan aku,
mungkin dia sudah punya calon atau istri”
“Kalau dia sudah ada yang punya mana mungkin aku berani bawa
dia kesini, carilah Difa cepat sebelum dia bunuh diri karena aku sudah jadi
milikmu”
Aku ambil handphone dan mencari nomor telepon Fira, berkali –
kali nada sambung tak kunjung di angkat aku tahu ini waktunya orang tidur tapi
aku tahu kalau ada masalah Fira paling
susah tidur dan aku takut aku terlambat perkataan Arsil bisa jadi kenyataan. Tiba
– tiba Arsil keluar dari kamar dengan pakaian yang berbeda dia pakai jaket, dia sungguh – sungguh ingin
membawa Ginda kesini, jantung ku berdetak ada rasa senang “sedikit”.
“Fit, karena sebentar lagi aku akan menikah dengan Difa dan
kau besok sudah menikah dengan Ginda maka detik ini juga kita harus cerai”
Ya tuhan
“Aku ceraikan kau Fitri Lala Sasya binti Bambang Jikomojo”
“Iya” aku gemetar dan sungguh aku sama sekali tidak
kepikiran cerai, Arsil sudah keluar dan pergi tanpa kata apapun
“Halo Assalamualaikum kak, ada apa?” Fira ternyata sudah
angkat teleponku
“Waalaikumsalam, Fir, kakak baru saja kakak hilang dari
ejekan perawan tua sekarang malah kakak jadi JANDA haahaaa” aku menangis
“Apa? Kok bisa kenapa? Arsil meninggal kak?”
“Tidak Fir, kamu kenapa gak pernah bilang kalau cowok yang
kamu tunggu itu Arsil, kamu kenapa diam saja sih Fir”
“Kak dia memang sudah jodoh kakak, Arsil orangnya baik kak
jangan macam – macam ah baru juga malam pertama”
“jodoh itu orang yang kita cintai Fira adekku sayang, kamu
jodohnya”
“kakak ngomong apaan sih? Stop dulu nangisnya”
“Kamu ke rumah kakak ya sekarang? Arsil sudah nunggu kamu eh
maksudnya Arsil ingin sekali ketemu kamu”
“Ada apa kak sebenarnya?”
“Datang pokoknya sekarang” aku matikan handphone , aku tahu
pasti dia langsung balik nelpon dan jadi takut dengan aku dan dengan paniknya
datang kesini. Adekku itu sudah lama menunggu Arsil, aku sangat menyesal kenapa bisa menikah dengan Arsil.pujaan hati adikku itu.
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar