“aku ini seorang direktur di perusahaan findotion yang tidak
terlalu besar, lahir dikampung Ipukandra yang nama kampung itu diambil dari
anak kecil yang tersesat dihutan dan mengubah hutan itu menjadi tempat mainnya. Dan pada suatu hari peri hutan
tersebut menemui Ipukandra dan menuruti permintaan Ipukandra untuk mengubah hutan menjadi taman
yang indah karena Ipukandra selalu membawa makanan dari rumah untuk binatang
yang ada dihutan. Dan hutan itu berubah menjadi luas ada sungai, pohon – pohon
nya jadi tersusun rapi, pergunungan terlihat indah. Itu lah kampungku”
“aku minta cerita tentang dirimu bukan Ipukandra, dia bukan
suamiku”
“oh iya tapi kau kan sudah tahu”
“tahu apa? Kalau ditanya siapa suamimu? Bagaimana
kehidupannya? Aku akan diam saja tidak tega bilang tidak tau”
“ohh jadi aku harus cerita apa?”
“dari kau kecil sampai sekarang. Jujurlah!” aku memandang
matanya
“Baiklah, waktu kecil aku tinggal di kampong Ipukandra. Aku
baru bisa jalan umur 1,3 tahun. Sifatku waktu kecil cerewet dan tidak bisa diam
selama 5 menit saja. Aku benar – benar suka heboh dan sangking hebohnya setiap hari ada saja barang – barang yang
kurusaki bukan saja barang tapi juga manusia. Saat bergoncengan dengan ayah ke
pasar aku duduk didepan dengan isengnya aku membelokkan stang motor ke kanan.
Ayah yang terkejut langsung teriak dan motor sudah terlanjur menabrak pejalan
kaki tak berdosa. Aku tidak apa –apa malah berdiri dan berjoget ria. Tidak ada
yang tahu akulah tersangkanya”
“hahahaha lucu sekali “ aku tertawa sungguhan aku mulai
mengenalnya
“lalu karena terlalu aktif aku di suruh bertani di depan
rumah. Menanam semua jenis tanaman, bunga, pohon, dan sayuran. Kau tahu pohon
yang ku tanam waktu itu ada 5 dan sekarang 3 pohon itu sudah tinggi sekali ada
pohon jambu, mangga dan rambutan dan 2 nya lagi dimakan kambing. Aku sejak
kecil sudah diajarkan tentang tanaman – tanaman. Semua tanaman itu ada guna nya
walaupun ia hama dia tetap sumber oksigen kita. Aku menanam sayur – sayuran
juga lho jadi ibu tidak perlu ke pasar untuk membeli bahan makanan. Seperti
kol, wortel, ubi, dan yang lain. Yang paling senang saat panen karena aku lah
yang sibuk memetiknya dengan bernyanyi – nyanyi. Kadang aku salah metik dan
buahnya pun rusak. Aku paling susah bangun pagi padahal kan panen yang bagus
itu saat pagi, aku malah siang – siang setelah makan maka kadang aku
merusaknya. Karena itu aku jadi selalu bangun pagi membantu ibu panen hasil
bertani kami. Kau tahu kan ayah dulunya pegawai di kantor sana. Dia hanya
pegawai rendahan jadi gajinya pun syukur – syukur cukup untuk kebutuhan sehari
– hari jadi aku jual saja hasil pertanian ku itu ke pasar. Sayuran seperti
kembang kol, bayam, selada, tomat dan wortel pun ikut jual. Lumayan ternyata
lumayan laku dan hasilnya kutabung untuk sekolah kun anti itu lah gaji pertama
ku walau ada juga yang dibantu ibu hahaha”
“Ibu dan ayah tau kau jual itu, yang jualan siapa?”
“Tau dong malah mereka mendukung sekali karena kalau untuk
makan sendiri kan terlalu banyak sayang dong kalau di buang. Awal – awalnya ibu
ku di pasar tetapi karena merasa pasar itu sepi jadi aku minta pada ibu biar
aku yang berjualan keliling kampung, ibu setuju – setuju saja kelihatanya dia
tidak percaya dan menganggap aku main –main. Tetapi saat hari pertama aku
berjualan keliling wah laku keras malah banyak yang tidak dapat, ibu terheran
–heran tapi dia mulai bangga juga padaku. Aku jadi penjual sayur keliling
pertama di kampungku, dengan sepeda yang
keranjang nya dijadikan tempat sayur. Uang hasil jualan keliling jadi hak milikku
boleh buat jajan dan harus ada yang ditabung. Mulai saat itu aku bermimpi jadi
orang terkaya di kampung ini “ Si Penjual
Sayur yang Kaya “ itu mimpi pertamaku.
Waktu sekolah pun tiba aku menolak untuk sekolah karena
belum sekolah saja aku sudah dapat uang, waktunya aku TK aku berhasil menghasut ibu agar tidak sekolah mungkin
karena TK tidak terlalu perlu karena aku saja sudah sangat paham dengan hitung
– hitungan uang jadi tidak perlu belajar
angka 1 sampai 10. Saat ajaran baru SD aku dipaksa sampai menangis aku lari
keluar rumah dan dikejar ayahku sambil meraung – raung tetangga pada bingung
ada apa dengan aku, sampai dirumah ibu sudah menyediakan baju merah dan celana
pendek merah aku makin mengamuk. Aku teriak “Aku tidak mau sekolah, aku mau
jualan sayur, aku sekolah ga dapat duit lagi nanti. Aku bisa belajar dirumah”
ibu juga marah berkali – kali dia bilang sekolah itu penting lebih penting
daripada uang dan sayuran tetapi aku tetap tidak mengerti jadi ibu dengan teganya memukul ku dengan
sapu dan saat aku diam dengan gesit dia buka bajuku dan aku pun jadi anak SD
yang nakal. Hari itu aku diantar kedua
orang tuaku padahal aku menolak aku sudah tiap hari keliling kampung dan tak
pernah tersesat tetapi mereka takut aku kabur. Aku malu pergi sekolah harus
diantar orangtua tetapi ibu dan ayah malah enak dapat pujian dari teman –
temannya “wah keluarga yang harmonis
sekali hari pertama anak sekolah diantar bareng – bareng” Anda mereka tau
kejadian dirumah tadi dan memar biru di paha ku karena pukulan sapu”
“Hahahaha kau lucu sekali tadi kau bilang anak SD yang
nakal, senakal apa sih? ”
“Nakal sekali tetapi syukurnya aku bertahan disana 6 tahun.
Waktu hari pertama itu aku hanya diberi ceramahan dari ibu guru Firda dialah
guru pertamaku, dan pulang jam 9 lewat 15. Aku pikir ini sama pulangnya saat aku jualan tetapi aku
bukannya dapat uang malah jajan aku pun berpikir uang ku pun akan habis. Malam
itu juga aku berbicara seperti pria dewasa dengan ayah dan ibu. Aku meminta
mereka membiarkan aku seperti ini saja
jadi penjual sayur karena mimpiku si penjual sayur yang kaya apabila sekolah itu tidak akan tercapai.
Ayah dan ibu malah tertawa saja mereka menyuruhku tidur dan lupakan mimpiku dan
bermimpi saja saat tidur nanti. Aku pergi dengan wajah kecewa. aku waktu itu
memang anak – anak tetapi karena sering bertemu dan ngobrol dengan orang –orang
aku jadi lebih dewasa andai mereka memedulikan pembicaraan aku dan menanggapai
dengan baik atau nasehati aku, pasti aku mengerti tetapi karena mereka tertawa
padahal aku tidak ngelucu dan sedang serius jadi aku merasa aku
hanya boneka mereka saja dan aku
bukan saja nakal dirumah tapi juga dirumah. Dan parahnya aku sengaja untuk
berbuat tidak baik untuk melampiaskan rasa kesalku. Hari kedua aku Cuma diantar
ibu aku pastinya menolak cuma ibu tetap mengikutiku, aku cuek saja
jalan dengan santai sesampai di
sekolah ibu pergi meninggalkanku saat dia mau memelukku aku marah mengusirnya.
Aku masuk kelas teman – teman sudah
duduk rapi dan ibu mereka yang nunggu di depan pintu pun ikut duduk rapi. Aku
duduk disebelah Girda teman sebangkuku dia sepertinya takut duduknya sangat
rapi, tangan dilipat diatas meja wajah kedepan itu lah yang diajar ibu Firda
kemarin. Ibu FIrda masuk dia mengajar huruf – huruf dan tiba – tiba suara
tangis terdengar di belakang ternyata temanku ada yang ngompol aku tertawa
paling keras malah untuk melihat celananya aku naik atas meja, Ibu Firda pun
marah kepadaku dan menyuruhku duduk, ibu anak itu langsung membawa anaknya
pulang dan air pipisnya dibersihkan Ibu Firda. Aku masih tertawa dan mengejek
nya anak bayi. Ibu firda hanya melotot melihatku dan aku tidak peduli. Besoknya
lagi malah tiba – tiba saat bermain kejar – kejaran dikelas ada yang celananya
basah dan penuh gitu ternyata dia buang air besar dicelana aku langsung
berteriak “Girda eek di celana hahaha ada yang eek di celana hahaha pake
pempers saja kamu Girda hahaha” aku menunjuk celana Girda teman yang lain
langsung berlari melihat kebelakang Girda dan tertawa bersamaku cuma Girda yang
nangis tak kalah kencang dengan suara kami. Aku ambil penggaris kayu di papan
tulis lalu memukul pantat Girda dan kotorannya pun jatuh ke lantai teman –
teman berlari menjauh Girda menangis semakin kencang memanggil ibunya sayang
ibunya asyik ngerumpi di halaman sekolah jadi tidak dengar, aku malah tertawa dan
sama sekali tidak membantu Girda padahalkan dia teman sebangkuku. Untung ibu
Firda masuk dan melihat ada kotoran manusia di depan kelas dan baunya minta
ampun, ditambah suara kencang tangis anak laki – laki dan cekikikan anak nakal.
Ibu Firda keluar dengan terburu – buru memanggil Ibu Girda dan mencari bapak
tukang bersih-bersih. Saat semua sudah beres aku kena marah ibu karena ketawai
teman dan berbuat jahat. Aku pun berontak aku tidak mau disalahkan karena yang
salah yang eek dong kan dia yang buat kotor kelas aku hanya membantu Girda agar
celanannya ga penuh banget jadi kujatuhkan kotorannya itu hahaha. Sesampai
dirumah aku cerita pada Ayah dan Ibu tapi mereka tertawa dan bilang “kau jangan
gitu lagi ya, jangan suka usil” sama saja aku yang salah. Ya sudah biar ga
salah lagi aku pipis di kelas bukan pipis celana tapi pipis dengan sengaja
teman – teman bingung melihatku saat itu Ibu Firda sedang keluar sebentar dan
saat dia masuk saat aku mau pakai celana dia teriak melihat aku yang buka
celana di depan kelas ibu itu mungkin mau pingsan, langsunglah ibu –ibu
penunggu dan guru – guru datang ke kelas mencari tahu ada apa. Aku dilarikan ke
ruang kepala sekolah dan ibu ku datang dengan muka panik, semua sudah terjadi
aku membela dengan santai “ kemarin teman saya pipis celana tidak kena marah
malah saya yang kena marah masa’ saya yang pipis di depan kelas kena marah?”
Ibu kepala sekolah itu sangat baik dan pengertian jadi dia mengerti menjelaskan
kepadaku sejelas – jelasnya aku pun pura – pura paham bahwa teman yang sudah
kesusahan jangan diketawai dan pipis itu harus di wc dan temanku itu tidak sengaja pipis di celana
dan aku tidak sepatutnya buka celana depan kelas.”
“Kau benar – benar buka celana? Pipis segala di depan kelas?
Pasti di dinding kan? “ aku takut suamiku ini gila
#Bersambung
#Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar